Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan iqamah shalat dalam kondisi duduk atau di kamar lain bukan tempat di mana saya shalat di dalamnya?
Jawaban:
Alhamdulillah Yang sesuai sunnah bagi seorang muazin ketika mengumandangkan azan dan iqamah (shalat) adalah dilakukan dalam keadaan berdiri. Ini yang telah dilakukan sejak zaman Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sampai sekarang. Barangsiapa yang azan dan iqamah dalam kondisi duduk tanpa ada uzur, maka dia telah menyalahi sunnah. Ini perkara yang telah disepakati oleh para ulama tanpa ada perbedaan.
Terdapat dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 15/264;
‘Pelaksanaan azan dan iqamah dalam kondisi duduk, para ahli fiqih telah sepakat bahwa dimakruhkan seorang muazin melakukan azan dalam kondisi duduk kecuali kalau ada uzur, atau azan untuk dirinya sendiri sebagaimana dikatakan oleh Hanafiyah dan Malikiyah. Berdasarkan perintah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kepada Bilal untuk berdiri dalam sabdanya, ‘Berdirilah dan serulah untuk shalat.’ Dahulu para muazin Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ketika azan dalam kondisi berdiri, karena berdiri lebih kuat dalam penyampaian. Sebagaimana azan dan iqamah dalam kondisi duduk menyalahi sesuatu yang telah turun temurun.
Ibnu Hamid dari Hanbli mengatakan, ‘Kalau dia azan dalam kondisi duduk, maka batal (azannya). Begitu juga perkataan Syekh Taqiyuddin, tidak diterima azannya orang duduk. Diriwayatkan dari Abu Al-Baqa, bahwa azan harus diulangi kalau dilakukan dalam keadaan duduk.
Adapun orang yang punya uzur tidak mengapa azan dalam kondisi duduk, Al-Hasan bin Muhammad Al-Abdi berkata, ‘Aku melihat Zaid shahabat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dahulu kakinya terluka di jalan Allah azan dalam kondisi duduk.’
Sunnahnya tidak berjalan ketika dia iqamah, hendaknya dia iqamah di tempat dimana dia akan shalat disitu. Agar tidak ada pemisah antara iqamah dan masuk shalat. Karena iqamah adalah pemberitahuan akan menunaikan shalat, maka shalat dilakukan langsung setelah iqamah.
Abdullah bin Imam Ahmad berkata di kitab ‘Masailnya’, 61/220, 'Saya berkata kepada ayahku tentang seseorang yang berjalan ketika iqamah. Beliau mengatakan, ‘Saya lebih senang dia iqamah di tempatnya.’
Ishaq bin Rahawaih berkata:
“Seorang muazin kalau memulai iqamah maka hendaknya dia menjadi imam. Tidak diperkenankan berjalan dalam iqamah sampai dia selesai. Keutamaan segera menunaikan shalat dapat diwujudkan manakala dia berada di tempat iqamah hingga selesai." ‘Masail Imam Ahmad Wa Ishaq, 2/836.
Wallahu’alam.
Sumber:// islamqa.info
Publish : Brain-imagination.blogspot.com
Apakah diperbolehkan iqamah shalat dalam kondisi duduk atau di kamar lain bukan tempat di mana saya shalat di dalamnya?
Jawaban:
Alhamdulillah Yang sesuai sunnah bagi seorang muazin ketika mengumandangkan azan dan iqamah (shalat) adalah dilakukan dalam keadaan berdiri. Ini yang telah dilakukan sejak zaman Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sampai sekarang. Barangsiapa yang azan dan iqamah dalam kondisi duduk tanpa ada uzur, maka dia telah menyalahi sunnah. Ini perkara yang telah disepakati oleh para ulama tanpa ada perbedaan.
Terdapat dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 15/264;
‘Pelaksanaan azan dan iqamah dalam kondisi duduk, para ahli fiqih telah sepakat bahwa dimakruhkan seorang muazin melakukan azan dalam kondisi duduk kecuali kalau ada uzur, atau azan untuk dirinya sendiri sebagaimana dikatakan oleh Hanafiyah dan Malikiyah. Berdasarkan perintah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kepada Bilal untuk berdiri dalam sabdanya, ‘Berdirilah dan serulah untuk shalat.’ Dahulu para muazin Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ketika azan dalam kondisi berdiri, karena berdiri lebih kuat dalam penyampaian. Sebagaimana azan dan iqamah dalam kondisi duduk menyalahi sesuatu yang telah turun temurun.
Ibnu Hamid dari Hanbli mengatakan, ‘Kalau dia azan dalam kondisi duduk, maka batal (azannya). Begitu juga perkataan Syekh Taqiyuddin, tidak diterima azannya orang duduk. Diriwayatkan dari Abu Al-Baqa, bahwa azan harus diulangi kalau dilakukan dalam keadaan duduk.
Adapun orang yang punya uzur tidak mengapa azan dalam kondisi duduk, Al-Hasan bin Muhammad Al-Abdi berkata, ‘Aku melihat Zaid shahabat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dahulu kakinya terluka di jalan Allah azan dalam kondisi duduk.’
Sunnahnya tidak berjalan ketika dia iqamah, hendaknya dia iqamah di tempat dimana dia akan shalat disitu. Agar tidak ada pemisah antara iqamah dan masuk shalat. Karena iqamah adalah pemberitahuan akan menunaikan shalat, maka shalat dilakukan langsung setelah iqamah.
Abdullah bin Imam Ahmad berkata di kitab ‘Masailnya’, 61/220, 'Saya berkata kepada ayahku tentang seseorang yang berjalan ketika iqamah. Beliau mengatakan, ‘Saya lebih senang dia iqamah di tempatnya.’
Ishaq bin Rahawaih berkata:
“Seorang muazin kalau memulai iqamah maka hendaknya dia menjadi imam. Tidak diperkenankan berjalan dalam iqamah sampai dia selesai. Keutamaan segera menunaikan shalat dapat diwujudkan manakala dia berada di tempat iqamah hingga selesai." ‘Masail Imam Ahmad Wa Ishaq, 2/836.
Wallahu’alam.
Sumber:// islamqa.info
Publish : Brain-imagination.blogspot.com
0 Comment:
Post a Comment